Terlahir Kembali untuk Menjadi Ibu Tiri Pemeran Utama | Chapter 24

Tao Mama terkejut. Sejak ia ikut Gao Ran pindah ke Kediaman Yan Wang, dibandingkan dengan Kediaman Adipati Yingguo, perlakuan yang ia terima bagai langit dan bumi. Ia terbiasa dengan gengsi sebagai mantan pengasuh nyonya rumah. Dan sekarang, memintanya meminta maaf pada gadis enam belas tahun di depan sekian banyak pelayan? Itu sama saja merobek martabatnya. Tao Mama sebenarnya tak memandang Lin Wei Xi sama sekali. Bukankah dia cuma gadis kampung? Meski ayahnya menerima gelar marquis karena bantuan Yan Wang, tetap saja tak mengubah kenyataan bahwa Lin Wei Xi hanyalah seorang gadis desa. Tao Mama menatap Gao Ran dengan tak percaya.namun saat melihat ekspresi Gao Ran, ia hanya bisa menahan amarah, lalu memaksa diri menunduk meminta maaf: “Hamba yang tua ini memang bersikap lancang dan menyinggung Nona Lin. Mohon Nona Lin berkenan memaafkan.”

Dagu Lin Wei Xi yang halus tidak bergeser sedikit pun, ia hanya melirik Tao Mama dengan mata setengah menunduk. Sikapnya tinggi, tutur katanya pun tidak lembut: “Bangunlah. Kali ini kau hanya berbicara lancang padaku. Mengingat wajah Yang Mulia, aku tidak akan menuntut lebih jauh. Namun bila lain kali kau berani mencemarkan nama Marquis Zhongyong, maka itu termasuk kejahatan menista pahlawan negara, tidak ada seorang pun yang akan mampu menolongmu.”

Setelah berkata demikian, Lin Wei Xi bahkan tak menganggap perlu melihat Tao Mama ataupun Gao Ran lagi, ia langsung berjalan lebih dulu. Sejak menikah masuk ke Kediaman Yan Wang, sangat jarang ada orang yang berani mengabaikan Gao Ran seperti ini. Ia sempat terdiam, amarah melintas di matanya, namun pada akhirnya ia tekan dan mengejar Lin Wei Xi.

“Nona Lin, kalau kau tidak ingin aku mengatur halamanmu, lalu kau akan tinggal di mana?”

Langkah Lin Wei Xi terhenti pelan. Ia hampir lupa ini pertama kalinya ia datang ke Kediaman Yan Wang, ia seharusnya tidak tahu arah. Lin Wei Xi menutupinya dengan batuk pelan, lalu berkata, “Menyusahkan Shizi Furen memimpin aku menunggu di aula utama saja. Yang Mulia Yan Wang sudah memberiku banyak kebaikan, aku akan menunggu beliau kembali dan meminta beliau sendiri mencarikan tempat untukku.”

Gao Ran tidak bisa membalas. Di saat singkat ini saja, penilaiannya atas Lin Wei Xi jatuh berkali-kali. Ia sadar ini bukan bunga putih polos seperti kebanyakan, melainkan seseorang yang menyimpan sisi perhitungan dan sedikit duri. Lawan seperti ini baru saja pindah, sepertinya jalan Gao Ran masih sangat panjang.

Api di dalam hati Gao Ran kian berkobar. Ia menundukkan kepala menutupi agresi di matanya, begitu kepala terangkat lagi — wajahnya kembali lembut dan penuh wibawa: “Nona Lin sungguh penuh rasa dan berbakti. Saat ayah pulang dan melihatmu seperti ini, tentu beliau sangat gembira. Mari, Nona Lin ikut aku, aula bagian dalam ada di sini.”

Lin Wei Xi tercenung sejenak, baru tersadar bahwa yang dimaksud “ayah” Gao Ran adalah Yan Wang. Hatinya sedikit rumit, sekaligus diam-diam bangga. Gao Ran ingin menggunakan kedekatan untuk menunjukkan statusnya? Dalam hal kedekatan,siapa bilang pasti Gao Ran yang unggul?

Di perjalanan kemarin, Lin Wei Xi memang jatuh sakit dan demam semalaman. Di saat kesadaran mengawang, pendengarannya justru sangat tajam. Ia samar-samar mendengar langkah kaki. Saat membuka mata sedikit, ia melihat Yan Wang duduk di sisi ranjang, menyentuh dahinya, alisnya mengernyit. Tidak berkata sepatah pun, lalu bangkit. Tak lama, ia membawa tabib datang. Lin Wei Xi berada di balik tirai ranjang, hanya bisa mendengar percakapan pelan di luar. Bahkan ketika membicarakan kondisinya, Yan Wang memerintahkan semua orang untuk merendahkan suara.

Dari sekelumit perhatian itu saja, Lin Wei Xi tahu ia tidak keliru menjadikan Yan Wang sebagai sosok idolanya selama ini. Walaupun di tengahnya ada anak lelaki beliau, Lin Wei Xi tidak bisa menemukan alasan untuk marah pada Yan Wang. Pertemuan pertama ia memarahinya. Kemudian keliciknya ketahuan. Ia memperlihatkan wajah bangun tidurnya, bahkan kehilangan kesabaran saat ditegur… Lin Wei Xi merasa semua sisi buruk dirinya sudah terlihat, jadi di depan Gu Hui Yan ia justru sangat tenang, tidak akan ada yang lebih buruk lagi. Bahkan jika ia sangat jelas tak menyukai Gao Ran, Gu Hui Yan tak akan banyak bicara. Jika Gao Ran ingin mengadu pada Yan Wang… heh, belum tentu siapa yang akan dituduh berhati busuk.

Sebenarnya Lin Wei Xi tahu di mana aula utama berada, namun ia tetap mengikuti Gao Ran di belakangnya. Gao Ran hampir membuka jalannya ketika seorang pelayan memanggilnya pergi. Didikan bertahun-tahun membuat Lin Wei Xi tidak akan berkeliaran tanpa tuan rumah, sehingga ia berdiri menunggu—jubah beludru putih menutupi bahunya. Ia bosan menatap ukiran bunga di bingkai jendela, ketika suara terdengar dari belakang: “Saudari Xi.”

Lin Wei Xi otomatis menoleh. Seorang pria melangkah masuk melewati gerbang, tatapan mereka saling bertemu. Mendengar panggilan itu, jelas pria itu ikut tertegun.

Saudari Xi?

Wajah Lin Wei Xi menegang ketika melihat siapa yang datang. Ia buru-buru menunduk untuk menutupi gejolak emosinya. Saat ini Zhou Mao Cheng sudah melangkah cepat ke sisi Lin Wei Xi dan berkata sambil menyengir, “Saudari Xi, tubuhmu lemah, Kenapa tidak kembali ke dalam dan malah berdiri di luar?”

Lin Wei Xi takut kalau sedikit saja ia goyah, air matanya akan jatuh, jadi ia hanya bisa mempertahankan ekspresi tanpa emosi. Ia melirik sekilas pada pria yang baru datang, lalu pandangannya beralih ke Zhou Mao Cheng. Zhou Mao Cheng menepuk dahinya dan berseru, “Ah, aku lupa memperkenalkan. Ini adalah satu-satunya putra Yang Mulia, Shizi dari Kediaman Yan Wang, Gu Cheng Yao. Bukan orang luar, jadi kau tak perlu canggung.”

“Apa maksud bukan orang luar…” Lin Wei Xi berkata tersendat, tanpa mendongak, ia memberi salam hormat dingin, “Shizi.”

Zhou Mao Cheng, laki-laki kasar, tak menyadari tubuh Lin Wei Xi yang tegang, ia justru dengan gembira memperkenalkan, “Shizi, inilah gadis yang disebutkan dalam surat Yang Mulia. Satu-satunya putri Marquis Zhongyong, Lin Wei Xi.”

Menurut adat, nama wanita tidak boleh diucap sembarangan. Namun dalam pikiran Zhou Mao Cheng, Shizi adalah putra Yan Wang, tentu bukan orang luar, jadi ia menyebut nama Lin Wei Xi begitu saja… Gu Cheng Yao baru merasa tidak nyaman setelah mendengar nama lengkap itu.

Ternyata Lin Wei Xi. Bukan Saudari Xi yang itu (Gao Xi, panggilannya juga Saudari Xi).

Gu Cheng Yao tak tahu apa perasaannya. Namun menghadapi seorang tamu, ia menyingkirkan kegusaran dalam hatinya. Ia tersenyum sopan pada Lin Wei Xi: “Aku Gu Cheng Yao. Karena ayahmu mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan ayahku, maka kau adalah tamu kehormatan di Kediaman Yan Wang. Kau tidak perlu mengekang diri. Di masa mendatang, tinggal saja dengan bebas di sini. Bila ada kesulitan, datanglah padaku.”

Wajah Lin Wei Xi tetap sedingin es, tetapi di dalam hatinya ia tertawa, tertawa getir…

Kepada perempuan asing yang baru pertama kali ditemui, Gu Cheng Yao bisa berkata: “Jika ada kesulitan, datanglah padaku.”

Namun di kehidupan sebelumnya, sebagai istrinya, ia bekerja mengurus rumah tangga sampai tubuhnya hancur dan akhirnya meninggal karena kelelahan, dan tidak pernah sekalipun Gu Cheng Yao mengucapkan kalimat itu:

‘Kalau kau kesusahan, datanglah padaku.’

Pertemuan ini, adalah perbandingan kualitas hidup Gao Xi dan Lin Wei Xi…..benar-benar menggelikan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You cannot copy content of this page

Scroll to Top